Pengenalan pada Kesenian Cirebon
oleh Richard North, diterjemahkan oleh Bambang Setijoso
Halaman: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7oleh Richard North, diterjemahkan oleh Bambang Setijoso
Kerajaan Cirebon
Para pendatang ke Keraton kuno Ceribon terkadang merasa seperti dibawa ke masa lalu. Efek visual dari arsitektur istana sangat menakjubkan. Dengan model gapura dua pilar yang dramatis dan dengan penuh perhiasan menghiasi pagoda seperti pada anjungan yang dikelilingi dengan dinding tumpukan batu bata merah tanpa semen dengan sisipan lempengan dari dinasti cina Ming, menjadikan keraton Cirebon lebih seperti candi Hindu Bali dari pada surau di Jawa Tengah. Ini sebenarnya tidak mengejutkan mengingat kurun waktunya kembali kejaman Hindu Jawa di abad ke1400 an. Sesungguhnya, para peneliti percaya bahwa ada semacam rangkaian sejarah yang terputus berkenaan dengan lingkungan Kerajaaan Cirebon dimasa Hindu Jawa yang lampau.Sejak jaman dahulu kala, daerah pedesaan sekitar Cirebon telah menjadi pusat kehidupan dari seniman tradisionil, suatu kenyataan yang masih terjadi sampai saat ini. Sebagai tambahan, seperti disampaikan oleh Cohen dalam artikelnya “Multiculturism and Performance in Colonial Cirebon“, ada banyak petunjuk yang mendemonstrasikan bahwa keraton adalah pusat utama kesenian yang hebat dimasa lalu. Kurang lebih di akhir abad ini kegiatan di keraton Cirebon menurun, sebagian dikarenakan kesulitan finansial yang parah. Bagaimanapun akhir akhir ini, ketiga Keraton Cirebon telah sekali lagi menjadi aktip menjaga kelanggengan kesenian Cirebon.
Secaraumum Keraton Kasepuhan adalah dianggap yang paling tua diantara tiga kerajaan Cirebon, terletak pada tempat abad 15 dari Pakung Wati, istana dari sultan Cirebon pertama, Sunan Gunung Jati. Kerajaan itu memelihara sebuah museum yang mengesankan dengan memperagakan kereta kencana, warisan keris, ukiran kayu yang mengesankan dan beberapa instrumen gamelan, dan yang paling utama dari pada itu adalah – Gong Sekati atau Sekaten yang dibunyikan dua kali dalam setahun pada salah satu pelataran dari anjungan Jawa kuno tersebut. Yayasan Keraton Kasepuhan yang di organisir oleh P.R. Nata Diningrat telah mulai meningkatkan program program untuk membantu mempromosikan dan melestarikan warisan budaya Cirebon, termasuk secara periodik menjadi tuan rumah dari penyelenggaraan Festival Keraton Nasional.
Keraton Kanoman hanya berjarak beberapa langkah kaki dari Kasepuhan dan memiliki kebudayaan yang sama penting dan kunonya. Bersamaan dengan anjungan dan gapura Hindu Jawa kuno, Kanoman juga mempunyai sebuah museum yang mempertontonkan kereta kereta Cirebon kuno, Keris dan Gamelan, meskipun yang tidak boleh dilupakan, peralatan Gong Sekati tidak dipertontonkan untuk umum. Keraton Kanoman memiliki sebuah sanggar yang aktip yang diberi nama Klapa Jajar, dipimpin oleh Pangeran Agus Djoni.
Pangeran Djoni (pakai selendang kuning) sedang menari gaya tayub pada ulang tahun sanggar Keraton Kanoman, Kalpa Jajar pada tahun 2006 (foto: R North).
Almarhum Pangeran Yusuf Dendabrata mendemonstrasikan gerakan tari Cirebon di rumahnya di Istana Kacirebonan pada tahun 2000 (foto: Jacques Brunet).
Pangeran Haji Tomi Dendabrata di Istana Kacirebonan pada tahun 2006 sedang mendemonstrasikan gerakan gerakan sebuah karakter dari Wayang Golek, berasal dari Cirebon kemudian menyebar kebagaian bagian lain dari pulau Jawa (foto: R North).
Halaman 6 - Dokumentasi oleh Orang Asing >>>
Web Desain : rahasia design
Tidak ada komentar:
Posting Komentar